Senin, 26 Desember 2011

Chord Pay feat Vanya & Irang Pas Kena hatiku

[intro] Em G C Am

                Em     G               C Am
ku memang belum sempat menyenangkan kamu 
            Em    G               C Am
tapi caramu pergi hancurkan hidupku 
            Em G         C Am
aku belum bisa maafkan kamu 
            Em G             C  Am
aku belum bisa lihat wajah kamu 

Em         G       C              Am
rasanya tersiksa rasanya tak mau ingat
    Em   G        C             Am       
tak ada obatnya sakit yang kamu buat dulu 

[int] Em G C Am

             Em    G             C  Am
ku beri kamu cinta tak puaskan kamu 
            Em G         C Am
aku belum bisa maafkan kamu 
            Em G             C  Am
aku belum bisa lihat wajah kamu 

Em         G       C              Am
rasanya tersiksa rasanya tak mau ingat
    Em   G        C             Am       
tak ada obatnya sakit yang kamu buat dulu 

       C               D            Em
karena pas pas pas pas pas kena hatiku 
       C               D            Em
karena pas pas pas pas pas kena hatiku 

[int] Em G C Am

            Em G         C Am
aku belum bisa maafkan kamu 
            Em G             C  Am
aku belum bisa lihat wajah kamu 

Em         G       C              Am
rasanya tersiksa rasanya tak mau ingat
    Em   G        C             Am       
tak ada obatnya sakit yang kamu buat dulu 

       C               D            Em
karena pas pas pas pas pas kena hatiku 
       C               D            Em
karena pas pas pas pas pas kena hatiku 

Rabu, 14 Desember 2011

Struktur Sosial, Konflik Sosial, Mobilitas Sosial

A. Pengertian Struktur Sosial
Struktur sosial merupakan susunan atau konfigurasi dari unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, yaitu kelompok,  kelas sosial,  nilai dan norma sosial, dan lembaga sosial.
Struktur sosial merupakan ruang abstrak dalam masyarakat, sebagaimana ruang geografi yang kita kenal dan lebih konkrit. Kalau dalam ruang geografi kita dapat mempunyai alamat geografik (titik posisi atau lokasi kita berada), misalnya SMA Negeri 3 Yogyakarta berlokasi di Jalan Yos Sudarso  7, Kaluarhan Kota Baru, Kecamatan Gondokusuman, Kota  Yogyakarta,  maka demikian jugalah di ruang sosial, maka di ruang sosial atau struktur sosial, kita pun punya alamat sosial.  Di manakan posisi SMA Negeri 3 Yogyakarta di ruang sosial? Tergantung pada parameter apa yang kita gunakan, apakah nilai dan norma, kelompok, status atau kelas sosial, atau kah lembaga sosial.
Perhatikan bagan berikut!
Apabila unsur nilai dan norma kita gunakan untuk mengetahui posisi atau alamat sosial kita, maka apakah kita termasuk orang kebanyakan (normal), orang yang dijadikan panutan (super ordinat), ataukah orang menyimpang (deviant). Apabila menggunakan status atau kelas, maka apakah kita berada pada kelas atas, menengah atau bawah. Di lembaga manakah kita beraktivitas? Pendidikan, keluarga, politik, ekonomi, hokum, ataukah agama.
Struktur sosial dan peluang hidup (life chance)
Struktur sosial identik dengan struktur peluang hidup (life chance), semakin tinggi posisi dalam struktur sosial, semakin baik peluang hidupnya.
Struktur sosial dan fakta sosial
Struktur sosial merupakan fakta sosial, yaitu cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berada diluar individu tetapi mengikat. Sehingga, kelas sosial tertentu identik dengan cara hidup tertentu. Kelas sosial bukanlah sekedar kumpulan dari orang-orang yang pendidikan atau penghasilannya relative sama, tetapi lebih merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki cara atau gaya hidup yang relative sama.
Jawablah:
(1) mengapa musik dangdut sering diidentikan dengan musiknya kelas bawah, sementara music klasik atau jazz diidentikkan dengan kelas atas?
(2) mengapa orang-orang kelas atas diidentikkan dengan orang-orang berdasi dan bersepatu?
(3) Mengapa kelas sosial tertentu juga identik dengan merk mobil, merk sepatu, merek parfum, merek baju tertentu, juga aktivitas mengisi waktu luang dan olahraga tertentu?
Paramater struktur sosial.
Terdapat dua macam parameter yang dapat digunaan untuk menganalisis struktur sosial, yaitu
(1) Parameter Graduated/berjenjang, meliputi antara lain: kekuasaan, keturunan/kasta, tingkat pendidikan, kekayaan, usia, dst., dan
(2) paramater Nominal/tidak berjenjang, meliputi antara lain: sukubangsa, ras, golongan/kelompok, jenis kelamin, agama, dan seterusnya.
Konfigurasi atau pemilahan struktur sosial berdasarkan parameter-parameter  graduated disebut stratifikasi sosial (diferensiasi rank/tingkatan).
Sedangkan, konfigurasi atau pemilahan struktur sosial berdasarkan parameter nominal disebut diferensiasi sosial (diferensiasi fungsi, dan custom/adat).
Status, kedudukan, atau posisi individu atau kelompok dalam struktur sosial tidak bersifat statis atau tetap, melainkan dapat mengalami perubahan atau perpindahan. Perpindahan posisi dalam struktur sosial yang dialami oleh individu ataupun kelompok dalam struktur sosial disebut mobilitas sosial.
B. Diferensiasi Sosial
Diferensiasi sosial merupakan pemilahan atau konfigurasi struktur sosial berdasarkan parameter-parameter yang sifatnya nominal atau tidak berjenjang. Hasilnya dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok atau golongan sosial.
1. Diferensiasi sosial berdasarkan ras.
Ras merupakan penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri fisik-biologis manusia dengan kecenderungan yang besar.
Ciri fisik :
Fenotipe (tampak luar):
1)     Kualitatif: warna kulit, warna dan bentuk rambut, warna dan bentuk mata
2)     Kuantitatif: tinggi dan berat badan, ukuran kepala, ukuran hidung, dll.
Genotype (tidak tampak luar): golongan darah
Manusia dari seluruh dunia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ras utama, yaitu kaukasoid, mongoloid, dan negroid.
Dalam prakteknya terdapat kesulitan penggolongan ras, antara lain karena: (1) ciri fisik yang tumpang tindih, dan (2) terjadinya perkawinan campuran (amalgamasi).
2. Diferensiasi sosial berdasarkan sukubangsa/etnis
Sukubangsa adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, yang sering dikuatkan dengan kesatuan bahasa.
Sukubangsa sering disamakan dengan kelompok etnik (ethnic Group). Namun, kelompok etnik tidak selalu berarti sukubangsa. Misalnya kelompok etnik Tionghoa.
Disebut kelompok etnik apabila secara sosial telah mengembangkan SUBKULTUR-nya sendiri.
Lima cirri pengelompokan sukubangsa:
  • Bahasa/dialek yang memelihara keakraban dan kebersamaan di antara warga sukubangsa
  • Pola-pola sosial-kebudayaan (adat istiadat, cita-cita dan ideologi)
  • Ikatan sebagai satu kelompok
  • Kecenderungan menggolongkan diri ke dalam kelompok asli
  • Perasaan keterikatan kelompok karena kekerabatan/genealogis dan kesadaran teritorial di antara warga sukubangsa
Untuk kepentingan administrasi dan politik, di masa orde baru dibedakan antara
(1) masyarakat sukubangsa,
(2) masyarakat terasing, dan
(3) keturunan asing.
Masyarakat sukubangsa adalah kelompok etnis yang asalnya dari dalam wilayah Indonesia, dan mampu berinteraksi dan komunikasi dengan dunia luarnya, masyarakat terasing adalah kelompok etnis yang asalnya dari dalam wilayah Indonesia, tetapi terisolasi atau mengalami keterbatasan hubungan dengan dunia luarnya, sedangkan keturunan asing memiliki daerah asal di luar wilayah Indonesia. Ada tiga keturunan asing yang menonjol, yaitu China, India dan Arab,
3. Diferensiasi sosial berdasarkan agama






Agama merupakan sistem terpadu terdiri atas keyakinan dan praktek, berhubungan dengan sesuatu yang dianggap sacred (suci/sakral) menyatukan pengikutnya ke dalam suatu komunitas moral yang disebut umat.  Sesuatu yang sakral disebut TUHAN (God, Allah, Elia, Devon, Deva, Devi, dst.)
Diferensisasi agama merupakan diferensiasi customs.
Karena letak Indonesia di posisi silang, dalam masyarakatnya terdapat penganut dari lima agama besar dunia, Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha.
4. Diferensiasi sosial berdasarkan profesi

Profesi merupakan pekerjaan yang untuk dapat melaksanakannya memerlukan keahlian.  Misalnya: dosen, guru, dokter, jurnalis, artis, penyiar radio, penyiar televisi, ahli komputer, designer, politikus, perawat, birokrat, militer, pengusaha, pedagang, dan sebagainya. Dirensiasi profesi merupakan diferensiasi fungsi.
5. Diferensiasi sosial berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan pembedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri fisik biologis yang tidak dapat dipertukarkan.
Gender merupakan pembedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri-ciri sosial dan budaya yang sebenarnya dapat dipertukarkan, karena diperoleh melalui proses belajar. Misalnya perempuan bekerja di dalam rumah, dan laki-laki bekerja di luar rumah.
Maka, jenis kelamin (seks) merupakan pembedaan berdasarkan konstruksi biologis, sedangkan gender berdasarkan konstruksi sosial dan budaya, yang sering dikuatkan oleh ajaran agama.
C. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan konfigurasi atau pemilahan struktur sosial menggunakan parameter graduated/berjenjang. Hasilnya adalah dalam masyarakat terdapat kelas-kelas sosial.
Kriteria yang digunakan dapat berupa kriteria (1) sosial, (2) ekonomi, dan (3) politik. Kriteria sosial meliputi: pendidikan, profesi atau pekerjaan, dan keturunan atau keanggotaan dalam kasta dan kebangsawanan. Kriteria ekonomi meliputi pendapatan/penghasilan dan pemilikan/kekayaan. Kriteria politik meliputi kekuasaan.
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial
Menurut Weber,  para anggota masyarakat dapat dipilah secara vertikal berdasarkan atas ukuran-ukuran kehormatan, sehingga ada orang-orang yang dihormati dan disegani dan orang-orang yang dianggap biasa-biasa saja, atau orang kebanyakan, atau bahkan orang-orang yang dianggap hina. Orang-orang yang dihormati atau disegani pada umumnya adalah mereka yang memiliki jabatan atau profesi tertentu,  keturunan bangsawan atau orang-orang terhormat, atau berpendidikan tinggi.
Ukuran-ukuran penempatan anggota masyarakat dalam stratifikasi sosial yang dapat dikategorikan sebagai kriteria sosial antara lain, (1) profesi, (2)  pekerjaan, (3) tingkat pendidikan, (4) keturunan, dan (5) kasta.
1. Profesi
Yang dimaksud profesi adalah pekerjaan-pekerjaan yang untuk dapat melaksanakannya memerlukan keahlian, misalnya dokter, guru, wartawan, seniman, pengacara, jaksa, hakim, dan sebagainya.  Orang-orang yang menyandang profesi-profesi tersebut disebut kelas profesional.
Di samping kelas profesional, dalam masyarakat terdapat juga kelas-kelas  tenaga terampil dan tidak terampil, yang pada umumnya ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dalam stratifikasi sosial masyarakat.
2. Pekerjaan.
Berdasarkan tingkat prestise atau gengsinya, pekerjaan-pekerjaan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi: (1) pekerjaan kerah putih (white collar), dan (2) pekerjaan kerah biru (blue collar).  Pekerjaan kerah putih merupakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih menuntut penggunaan pikiran atau daya intelektual, sedangkan pekerjaan-pekerjaan kerah biru lebih menuntut penggunaan energi atau kekuatan fisik. Pada umumnya anggota masyarakat lebih memberikan penghargaan atau gengsi yang lebih tinggi pada pekerjaan-pekerjaan kerah putih. Walaupun, tidak selalu bahwa pekerjaan kerah putih memberikan dampak ekonomi atau finansial yang lebih besar daripada pekerjaan kerah biru.
3. Pendidikan
Pada zaman sekarang ini pendidikan sudah dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh sebagian besar anggota masyarakat. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan menempati posisi dalam stratifikasi sosial yang lebih tinggi. Sehingga tamatan  S-3 dipandang lebih tinggi kedudukannya daripada tamatan  S2, S1, SMA/SMK, SMP, SD, dan mereka yang tidak pernah  sekolah.
4. Keturunan
Keturunan raja atau bangsawan dalam masyarakat dipandang memiliki kedudukan yang tinggi. Bahkan, pada masyarakat feodal, hampir tidak ada pengakuan terhadap simbol-simbol yang berasal dari luar istana, termasuk tata kota, arsitektur, pemilihan hari-hari penting, pakaian, seni, dan sebagainya. Penempatan orang dalam posisi-posisi penting dalam masyarakat akan selalu mempertimbangkan faktor keturunan, dan keaslian keturunan dipandang sangat penting.
5. Kasta
Kasta merupakan pemilahan anggota masyarakat yang dikenal pada masyarakat Hinduisme. Masyarakat dipilah menjadi kasta-kasta, seperti:  Brahmana, Ksatria, Weisyia, dan Sudra. Kemudian ada orang-orang yang karena tindakannya dihukum dikeluarkan dari kasta, digolongkan menjadi paria.
Sebagian besar orang menganggap pemilahan dalam kasta bersifat graduated atau berjenjang, mengingat orang-orang yang berasal dari kasta yang berbeda akan memiliki gengsi (prestige) dan hak-hak istimewa (privelege) yang berbeda. Namun, tokoh-tokoh Hinduisme menyatakan bahwa kasta bukanlah pemilahan vertikal, melainkan hanyalah merupakan catur warna.
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi
Kriteria ekonomi yang digunakan sebagai dasar stratifikasi sosial dapat meliputi penghasilan dan  pemilikan atau kekayaan.
Apabila dipilah menggunakan kriteria ekonomi, maka masyarakat akan terdiri atas
  • Kelas atas, yaitu orang-orang yang karena penghasilan atau kekayaannya  dengan leluasa dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan  hidupnya
  • Kelas menengah, yaitu orang-orang yang karena penghasilan dan kekayaannya dapat leluasa memenuhi kebutuhan hidup mendasarnya, tetapi tidak leluasa untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya
  • Kelas bawah, yaitu orang-orang yang dengan sumberdaya ekonominya hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup mendasarnyanya, tetapi tidak leluasa, atau bahkan tidak mampu untuk itu.
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik
Ukuran yang digunakan untuk memilah masyarakat atas dasar dimensi atau kriteria politik adalah distribusi kekuasaan. Kekuasaan (power) berbeda dengan kewenangan (otoritas).  Seseorang yang berkuasa tidak selalu memiliki kewenangan.
Yang dimaksud kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi individu-individu lain dalam masyarakat, termasuk mempengaruhi pembuatan keputusan kolektif.  Sedangkan wewenang adalah hak untuk berkuasa.  Apa yang terjadi apabila orang mempunyai wewenang tetapi tidak memiliki kekuasaan? Mana yang lebih efektif, orang mempunyai kekuasaan saja, atau wewenang saja?
Meskipun seseorang memiliki hak untuk berkuasa, artinya ia memiliki wewenang, tetapi kalau dalam dirinya tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, maka ia tidak akan dapat melaksanakan hak itu dengan baik. Sebaliknya, apabila seseorang memiliki kemampuan mempengaruhi pihak lain, meskipun ia tidak punya wewenang untuk itu, pengaruh itu dapat berjalan secara efektif.  Untuk lebih memahami hal ini, dapat diperhatikan pengaruh tokoh masyarakat, seperti seorang tokoh agama atau orang yang dituakan dalam masyarakat.
Sudah beradab-abad menjadi pemikiran dalam dalil politik, bahwa kekuasaan dalam masyarakat selalu terdistribusikan tidak merata. Gaetano Mosca (1939) menyatakan bahwa dalam setiap masyarakat selalu terdapat dua kelas penduduk: satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas pertama yang jumlahnya lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan kelas kedua, yang jumlahnya lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama itu.
Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, dan Robert Michels memberikan pengertian bahwa beberapa asas umum yang menjadi dasar bagi terbentuknya stratifikasi sosial, khususnya yang berkaitan dengan kekuasaan politik, adalah:
1. Kekuasaan politik tidak dapat didistribusikan secara merata
2. Orang-orang dikategorikan ke dalam dua kelompok: yang memegang kekuasaan dan yang tidak memilikinya
3. Secara internal, elite itu bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok
4. Keanggotaan dalam elite berasal dari lapisan yang sangat terbatas
5.Kelompok elite pada hakikatnya bersifat otonom, kebal akan gugatan dari siapa pun di luar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya
Di dalam masyatakat yang demokratis, pembagian dikotomis antara yang berkuasa dan tidak berkuasa tidak sesederhana yang dikemukakan Mosca dan kawan-kawannya.  Biarpun kelas berkuasa jumlah orangnya selalu lebih sedikit, tetapi pada umumnya distribusi kekuasaan lebih terfragmentasi ke berbagai kelompok-kelompok.  Dalam masyarakat yang demokratis, kelompok elite tidak memiliki otonomi sebagaimana pada masyarakat diktator. Kekuasaan elite dalam masyarakat demokratis selalu dapat dikontrol oleh kelompok-kelompok yang ada di luar kelompok elite, dan jumlahnya lebih dari satu.
Dominasi
Dominasi merupakan kekuasaan yang nyaris tidak dapat ditolak oleh siapapun. Kekuasaan yang sifatnya hampir multlak.
Kekuasaan dalam masyarakat berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) kekuasaan tradisional, (2) kekuasaan kharismatik, dan (3) kekuasaan legal-rasional.
Kekuasasan tradisional adalah kekuasaan yang sumbernya berasal dari tradisi masyarakat, misalnya raja.  Kekuasaan kharismatik bersumber dari kewibawaan atau kualitas diri seseorang, dan kekuasaan legal rasional bersumber dari adanya wewenang yang didasarkan pada pembagian kekuasaan dalam birokrasi, misalnya pemerintahan.
Mengapa dominasi?
Dominasi dapat  terjadi  karena unsur-unsur kekuasaan seperti kharisma, tradisi dan legal rasional dimiliki oleh seseorang.  Dalam batas-batas tertentu, Sultan Yogyakarta memiliki ketiga unsur kekuasaan tersebut.

Status sosial
Unsur penting dalam stratifikasi sosial adalah status. Apakah status? Status adalah Posisi atau kedudukan atau tempat seseorang atau kelompok dalam struktur sosial masyarakat atau pola hubungan sosial tertentu.
Status seseorang dapat diperoleh sejak kelahirannya (ascribed status), diberikan karena jasa-jasanya (assigned status), atau karena prestasi dan perjuangannya (achived status). Masyarakat modern lebih menghargai status-status yang diperoleh melalui prestasi atau perjuangan, masyarakat feudal lebih menghargai status yang diperoleh sejak lahir.
Apakah kelas sosial?
  • Segolongan orang yang menyandang status relatif sama
  • Memiliki cara hidup tertentu
  • Sadar akan privelege (hak istimewa) tertentu, dan
  • memiliki prestige (gengsi kemasyarakatan) tertentu

Apakah simbol status?
  • Simbol “sesuatu” yang oleh penggunanya diberi makna tertentu
  • Ciri-ciri/tanda-tanda yang melekat pada diri seseorang atau kelompok yang secara relatif dapat menunjukkan statusnya
  • Antara lain: cara berpakaian,cara berbicara, cara belanja, desain rumah, cara mengisi waktu luang, keikutsertaan dalam organisasi, tempat tinggal,cara berbicara, perlengkapan hidup, akses informasi, dst.
Konsekuensi perbedaan status dalam pelapisan sosial masyarakat?
  • Cara hidup (cara berfikir, berperasaan dan bertindak) yang berbeda: sikap politik, kepedulian sosial, keterlibatan dalam kelompok sosial, dst.). Ingat: PS = f(S + K), bahwa perilaku sosial pada dasarnya merupakan fungsi dari struktur sosial dan kebudayaan.  Jawablah: mengapa seorang individu menyebut orangtuanya sebagai mama dan papa, bukan ayah dan ibu, bukan bapak dan ibu, atau bapak dan simbok?
  • Prestige (gengsi/kehormatan sosial) yang berbeda
  • Privilege (hak istimewa) yang berbeda
  • PELUANG HIDUP YANG BERBEDA
D. Konflik Sosial
Konflik sosial merupakan salah satu konsekuensi dari adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, misalnya peluang hidup, gengsi, hak istimewa, dan gaya hidup.
Sumber konflik:
  1. Perbedaan kepentingan
  2. Perbedaan individual
  3. Perbedaan kebudayaan
  4. Perubahan sosial

Macam-macam konflik
  1. Individu atau kelompok  (berdasarkan pelakunya perorangan atau kelompok)
  2. Horizontal atau vertical (berdasarkan status pihak-pihak yang terlibat, sejajar atau bertingkat)
Konflik horizontal = antar-etnis, antar-agama, antar-aliran, dll.
Konflik vertical = antara buruh dengan majikan, pemberontakan atau gerakan separatis/makar terhadap kekuasaan negara
  1. Ideologis atau politis (berdasarkan tingkat konflik, apabila sebatas pemikiran/ideologi, disebut konflik tingkat ideologis (misalnya pertentangan ideology antara santri denan abangan dan priyayi), apabila sampai muncul di tingkat tindakan disebut tingkat politis (misalnya: riot/kerusuhan, demonstrasi, pemberontakan, makar, dan sebagainya)
  2. Konflik terbuka, konflik laten dan konflik permukaan
Penjelasan:
  • TANPA KONFLIK: dalam kesan umum adalah lebih baik, namun setiap masyarakat atau kelompok yang hidup damai, jika ingin keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis. Memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif.
  • KONFLIK LATEN: sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar dapat ditangani secara effektif
  • KONFLIK TERBUKA: berakar dalam, dan sangat nyata. à memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
  • KONFLIK DI PERMUKAAN: memiliki akar yang dangkal/tidak memiliki akar, muncul hanya karena kesalah fahaman mengenai sasaran yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi
E. Mobilitas Sosial

Pengertian Mobilitas Sosial

Istilah mobilitas (Ing: mobility) berasal darai kata mobilis (Latin) yang artinya bergerak atau berpindah. Meskipun demikian mobilitas sosial tidak sama dengan gerakan sosial.
Yang dimaksud gerakan sosial (social movement) suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelas atau golongan sosial untuk memperoleh tujuan-tujuan yang diinginkan.
Mobilitas sosial merupakan perubahan posisi atau kedudukan orang atau kelompok orang dalam struktur sosial, misalnya dari satu lapisan ke lapisan lain yang lebih atas ataupun lebih bawah, atau dari satu kelompok/golongan ke kelompok/golongan lain.
Struktur sosial
Sebagaimana disebut di bagian awal ringkasan materi ini,  struktur sosial merupakan salah satu konsep paling esensial dalam sosiologi. Struktur sosial berkaitan dengan posisi-posisi individu atau kelompok dalam masyarakat. Kalau dalam ruang geografi seseorang atau sekelompok orang memiliki lokasi/tempat tinggal atau dalam bahasa yang lebih populer ”alamat”, maka dalam ruang sosial seseorang juga memiliki ”lokasi”, ”tempat”, atau ”alamat”.  Anda dan keluarga Anda memiliki posisi tertentu dalam struktur sosial, posisi itu sering disebut sebagai status atau kedudukan sosial.  SMA di mana Anda sekarang ini bersekolah juga memiliki posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat.
Bagaimana mengetahui posisi kita? Sama dengan ruang geografik,  ruang sosial juga memiliki dimensi horizontal dan vertikal. Di ruang geografik seseorang memiliki alamat ”Jl. Sultan Agung Nomor 8 Lantai 7”, maka di ruang sosial seseorang dapat memiliki alamat ”orang tua atau muda, beragama Islam, Kristen-Protestan, Kristen-Katholik, Hindu, atau Budha, bekerja sebagai petani, pedagang, pegawai pemerintah, pegawai swasta, atau bekerja di sektor nonformal perkotaan, miskin, setengah kaya, atau kaya raya, berbudi bekerti luhur dan berhati mulia atau dikenal sebagai penjahat, pengikut setia Bung Karno,  Bung Hatta,  Gus Dur,  Amien Rais, atau yang lain, dan seterusnya.
Dalam ruang imaginer ”struktur sosial”, setiap orang punya tempat tinggal, dan sama dengan di ruang geografi, tempat tinggal itu dapat berubah-ubah.  Orang dan sekelompok orang dapat bermigrasi dalam ruang geografi, dari Jawa ke Sumatra, atau sebaliknya. Maka, dalam ruang sosial, orang atau sekelompok orang dapat mengalami ”mobilitas sosial”, dari orang kaya menjadi orang miskin, atau sebaliknya, dari orang miskin menjadi orang kaya. Dari pemimpin menjadi orang biasa. Dari orang baik menjadi orang jahat, atau sebaliknya dari orang jahat menjadi orang baik.

Macam-macam Mobilitas sosial

Di samping manusia hidup dan bergerak dalam sebuah ruang geografik, manusia juga hidup dalam sebuah ruang yang unik, yaitu struktur sosial yang di dalamnya terdapat pemilahan-pemilahan vertikal maupun horizontal. Sehingga, di samping manusia dapat berpindah dari satu ruang geografik (wilayah) ke ruang geografik yang lain, dalam sebuah ruang sosial yang unik tadi, manusia juga dapat berpindah dari satu strata atau kelas sosial ke strata atau kelas sosial yang lain, ataupun dari satu golongan ke golongan yang lain.
Mobilitas dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:
  1. Mobilitas geografik, yakni perpindahan orang dari satu tempat/daerah ke tempat/daerah yang lain
  2. Mobilitas sosial, yakni perpindahan posisi dari suatu kelas sosial atau kelompok sosial ke kelas sosial atau kelompok sosial yang lain.
Berdasarkan arah perpindahan, mobilitas sosial dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Mobilitas sosial horizontal, yakni perpindahan posisi individu atau kelompok individu dari satu kelompok atau golongan sosial ke kelompok atau golongan sosial lain yang sederajat
  2. Mobilitas sosial vertikal, yaitu perpindahan posisi atau kedudukan individu atau kelompok individu dari satu strata sosial ke strata sosial lain, baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah.
Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan menjadi:
1.     Mobilitas sosial vertikal naik (social climbing), dapat berupa:
  • masuknya individu dari kedudukan rendah ke kedudukan tinggi
  • pembentukan kelompok baru yang derajatnya lebih tinggi
2.     Mobilitas sosial vertikal turun (social sinking), dapat berupa:
  • turunnya individu dari kedudukan yang lebih tinggi ke kedudukan yang lebih rendah
  • turunnya derajat sekelompok individu karena disintegrasi kelompok (sering disebut sebagai dislokasi sosial)
3.    Mobilitas sosial antar-generasi,  yang dimaksud adalah mobilitas yang terjadi pada generasi yang berbeda,  misalnya:
  • orang tua berkedudukan sebagai petani atau buruh, anak-anaknya menjadi pengajar di perguruan tinggi atau majikan. Contoh mobilitas dalam bentuknya yang demikian banyak terjadi di daerah-daerah yang mengalami industrialisasi. Banyak orang yang akhirnya meninggalkan pekerjaan sebagai petani atau pekerjaan agraris yang lain sebagaimana yang ditekuni oleh para orangtua mereka karena tertarik untuk bekerja di pabrik-pabrik/industri.
  • Atau sebaliknya, orang tuanya sebagai majikan atau pejabat negara, sedangkan anak-anaknya menjadi buruh atau pegawai biasa di instansi pemerintah.
Di samping dua macam mobilitas di atas, sering pula dijumpai istilah mobilitas mental, yang artinya perubahan sikap dan perilaku individu atau sekelompok individu karena didorong oleh rasa ingin tahu, tuntutan penyesuaian diri, hasrat meraih prestasi, dan sebagainya. Sedangkan faktor penghambatnya dapat berupa sikap malas dan kepasrahan terhadap nasib maupun isolasi sosial.

Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat mobilitas social

Menurut berbagai pengamatan terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, antara lain:
  • Status sosial
Ketidakpuasan seseorang atas status yang diwariskan oleh orangtuanya, karena orang pada dasarnya tidak dapat memilih oleh siapa ia dilahirkan, dapat menjadi dorongan untuk berupaya keras memperoleh status atau kedudukan yang lebih baik dari status atau kedudukan orangtuanya.


  • Keadaan ekonomi
Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat di daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik.
  • Situasi politik
Situasi politik yang tidak menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan keamanan yang juga tidak menentu, dapat mendorong orang untuk meninggalkan tempat itu menuju ke tempat lain.
  • Motif-motif keagamaan
Mobilitas sosial yang didorong oleh motif keagamaan tampak pada peristiwa orang berhaji. Orang yang melakukan ibadah haji lazim disebut naik haji. Istilah “naik” jelas menunjuk adanya peristiwa mobilitas sosial, bahwa status orang tersebut akan menjadi berbeda antara sebelum dan sesudah menjalankan ibadah haji. Demikian juga fenomena-fenomena dalam kehidupan agama yang lain, misalnya yang dilakukan oleh kaum misionaris atau zending.
  • Faktor kependudukan/demografi
Bertambahnya jumlah dan kepadatan penduduk yang berimplikasi pada sempitnya permukiman, kualitas lingkungan yang buruk, kesempatan kerja yang menyempit,  kemiskinan, dan sebagainya, dapat mendorong orang untuk melakukan migrasi ke tempat lain.
  • Keinginan melihat daerah lain
Hal ini tampak pada fenomena tourisme, orang mengunjungi daerah atau tempat tertentu dengan tujuan sekedar melihat sehingga menambah pengalaman atau bersifat rekreasional.
Di samping faktor-faktor yang mendorong ada pula faktor-faktor yang menghambat mobilitas sosial, misalnya:
  1. Perangkap kemiskinan
  2. Diskriminasi gender, ras, agama, kelas sosial
  3. Subkultur kelas sosial, misalnya apa yang oleh Oscar Lewis disebut sebagai the culture of poverty, ataupun rendahnya hasrat meraih prestasi, yang oleh David McClelland disebut sebagai need for achievement (n-Ach).

Prinsip-prinsip Mobilitas Sosial

  1. Hampir tidak terdapat masyarakat yang sistem pelapisan sosialnya secara mutlak tertutup, sehingga mobilitas sosial – meskipun terbatas – tetap akan dijumpai pada setiap masyarakat
  2. Sekalipun suatu masyarakat menganut sistem pelapisan sosial yang terbuka, namun mobilitas sosial tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya
  3. Tidak ada mobilitas sosial yang umum berlaku bagi semua masyarakat; artinya setiap masyarakat memiliki karakteristiknya sendiri dalam hubungannya dengan mobilitas sosial
  4. Laju mobilitas sosial yang disebabkan faktor-faktor ekonomi, politik maupun pekerjaan tidaklah sama
  5. Tidak ada kecenderungan yang kontinyu mengenai bertambah atau berkurangnya laju mobilitas sosial

Saluran-saluran Mobilitas Sosial


Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-saluran yang disebut social circulation sebagai berikut:
  1. Angkatan bersenjata (tentara); terutama dalam masyarakat yang dikuasai oleh sebuah rezim militer atau dalam keadaan perang
  2. Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh organisasi massa keagamaan yang karena reputasinya kemudian menjadi tokoh atau pemimpin di tingkat nasional
  3. Lembaga pendidikan; sekolah sering merupakan saluran yang paling konkrit untuk mobilitas sosial, sehingga disebut sosial elevator yang utama. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang berhasil diraih seseorang semakin terbuka peluangnya untuk menempati posisi atau kedudukan tinggi dalam struktur sosial masyarakatnya.
  4. Organisasi politik, ekonomi dan keahlian (profesi); seorang tokoh organisasi politik yang pandai beragitasi, berorganisasi, memiliki kepribadian yang menarik, penyalur aspirasi yang baik, akan lebih terbuka peluangnya memperoleh posisi yang tinggi dalam masyarakat.
  5. Perkawinan; melalui perkawinan seorang rakyat jelata dapat masuk menjadi anggota kelas bangsawan. Status sosial seseorang yang bersuami/beristerikan orang ternama atau menempati posisi tinggi dalam struktur sosial ikut pula memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi dari masyarakat.

Konsekuensi Mobilitas Sosial

Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi, baik positif maupun negatif. Apakah konsekuensi tersebut positif atau negatif ditentukan oleh kemampuan individu atau kelompok individu menyesuaikan dirinya terhadap “situasi” baru: kelompok baru, orang baru, cara hidup baru.
Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hsl posiitif sebagai konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
  • mengalami kepuasan, kebahagiaan dan kebanggaan.
  • Peluang mobilitas sosial juga berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk lebih maju.
  • Kesempatan mobilitas sosial yang luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras, mengejar prestasi dan kemajuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.
Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:
  • Konflik antar-kelas
Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya konflik antara majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.
  • Konflik antar-kelompok
Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama atau aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang mobiitas sosial, misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan masyarakat.
  • Konflik antar-individu
Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam kelompok tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan organisasi atau seseorang tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.
  • Konflik antar-generasi
Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang sering terjadi  adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi sosial orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi –orang tua maupun anak— saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri. Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap bahwa cara berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.
  • Konflik status dan konflik peran
Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi, atau turun ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan kedudukannya yang baru.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status dan konflik peran.
Konflik status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status yang disandang oleh seseorang.
Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena statusnya yang baru tidak disukai atau tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Post Power Syndrome merupakan bentuk konflik peran yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.

Neraca Pembayaran

A.    PENDAHULUAN
Salah satu  tugas pokok Pemerintah selama Repetita I ada-    lah melaksanakan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi sebagai landasan  bagi  pembangunan jangka panjang berdasar­kan kekuatan sendiri. Hal ini berarti bahwa kemampuan kita harus ditingkatkan untuk menggali dana-dana yang tidak kecil bagi pembiayaan pembangunan. Di samping dana-dana dalam negeri dalam bentuk tabungan masyarakat dan tabungan Pe­merintah, diperlukan pula banyak devisa untuk mengimpor ba­rang dan jasa terutama bahan baku dan barang modal yang belum dapat kita hasilkan sendiri. Oleh karena itu maka usaha­usaha untuk meningkatkan penghasilan devisa yang berasal dari ekspor dan usaha-usaha untuk menghemat devisa melalui pe­ngendalian impor merupakan kebijaksanaan utama di bidang perdagangan luar negeri selama Repelita I. Pinjaman dan pe­nanaman modal dari luar negeri sebagai sumber pembiayaan pelengkap juga telah menunjang usaha usaha pembangunan selama pelaksanaan Repelita I akan tetapi dengan peranan yang semakin berkurang. Penyelesaian masalah-masalah hutang­hutang lama, kebijaksanaan tentang persyaratan hutang­hutang baru dan laju pertumbuhan ekspor telah meng­hasilkan suatu  perkembangan yang menggembirakan dari ne­raca pembayaran Indonesia selama masa 1969/70 - 1973/74.
Perkembangan  neraca pembayaran Indonesia selama Repeli-   ta I sangat dipengaruhi oleh perkembangan politik dan ekonomi dunia. Selama masa tersebut ekonomi dunia ditandai oleh per­golakan-pergolakan  di bidang perdagangan dan sistem pemba-
199


yaran internasional yang berlangsung hingga saat ini. Masalah­masalah yang berkaitan dengan hambatan perdagangan, kelang­kaan dalam persediaan pangan, sumber-sumber tenaga dan bahan baku, ketidak pastian dalam nilai valuta negara-negara industri serta laju inflasi internasional merupakan rintangan­rintangan yang berat terhadap usaha-usaha ke arah perluasan perdagangan internasional dan kestabilan sistem moneter dunia. Khususnya untuk negara-negara yang sedang berkembang, kegoncangan yang terjadi di bidang perdagangan dan keuangan internasional membawa serta berbagai pengaruh yang tidak me­nentu pada perdagangan luar negeri dan laju pembangunan di dalam negeri.
Kegoncangan dalam sistem keuangan internasional pada azasnya bersumber pada kenyataan bahwa perjanjian Bretton Woods yang diciptakan pada tahun 1944 tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi internasional. Dalam kerangka perjan­jian Bretton Woods ini maka sistim moneter dunia setelah Pe­rang Dunia kedua digantungkan pada dollar Amerika Serikat yang pada gilirnya dikaitkan dengan emas. Dengan demikian, dollar Amerika Serikat memegang peranan yang menentukan dalam sistem pembayaran dan perdagangan internasional seba­gai cadangan devisa utama di samping emas. Akan tetapi de-ngan perkembangan yang pesat dari negara-negara industri di Eropa Barat dan Jepang, ketergantungan negara-negara terse­but pada dollar secara berangsur-angsur berkurang. Sementara itu neraca pembayaran Amerika Serikat mulai menunjukkan defisit. Keadaan ini disertai pula dengan penurunan nilai dollar    di negara tersebut akibat kenaikan dalam tingkat harga. Kedu­dukan dollar juga diperlemah oleh karena mengalirnya dollar ke pasaran valuta di Eropa Barat dan Jepang dalam bentuk pena­naman modal antar-bank dan dana jangka pendek yang bersifat spekulatif.
Salah satu tindakan untuk menanggulangi krisis moneter  yang mulai berkembang sekitar tahun 1969, adalah diciptakan­nya Special Drawing Rights (SDR) sejak bulan Januari 1970         
200


guna menghadapi kelangkaan dalam likwiditas internasional. Dengan penyesuaian dan perkembangan SDR diharapkan bah-wa peranannya akan dapat diperluas dan peranan dollar dapat dikurangi. Kemudian, pada tanggal 15 Agustus 1971 Pemerin­tah Amerika Serikat mengambil serangkaian tindakan-tindakan yang pada pokoknya terdiri dari pengurangan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang sebesar 10 persen; pembatalan konvertibilitas dollar terhadap emas serta penetap-  an pungutan tambahan sebanyak 10 persen pada barang-barang impor.
Dalam rangka usaha untuk memulihkan stabilitas moneter internasional maka pada tanggal 18 Desember 1971 telah dice­tuskan Perjanjian Smithsonian yang mengatur perubahan    dalam paritas valuta negara-negara industri yang termasuk Kelompok Sepuluh. Setelah itu, perkembangan moneter dunia rnula1 menuju ke arah yang relatif stabil selama beberapa     bulan. Akan tetapi sejak pertengahan tahun 1972 mulai terli-hat lagi kelemahan yang pada hakekatnya terletak dalam sis-tem Bretton Woods.
Dengan memperhatikan perkembangan tersebut di atas, oleh Dana Moneter Internasional dianggap perlu untuk menjajagi suatu sistim moneter internasional baru dengan peraturan-per­aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh semua negara ang­gotanya. Untuk tujuan inilah dibentuk "Pantia-20" dalam bulan Juli 1972 berdasarkan suatu resolusi Dewan Gubernur Dana Moneter Internasional. Panitia ini ditugaskan untuk meran­cangkan pembaharuan sistem moneter dunia dan beranggota-kan Menteri-menteri Keuangan dari 11 negara maju dan 9 ne­gara yang sedang berkembang yang mewakili seluruh ang­gota Dana Moneter Internasional. Adapun ketua "Panitia-20" tersebut adalah Menteri Keuangan Indonesia.
Setelah mengadakan sidang sebanyak 5 kali untuk memba- has berbagai aspek yang menyangkut pembaharuan sistem moneter dunia, maka dalam bulan Januari 1974, Panitia-20   telah mencapai  persetujuan  prinsip tentang arah dan garis­garis besar suatu sistim moneter yang baru. Di lain pihak,

201


dengan timbulnya masalah yang bertalian dengan krisis energi dan bahan baku, diputuskan pula bahwa pelaksanaan sistim moneter yang baru secara menyeluruh diundurkan hingga      saat yang lebih tepat dari pada dewasa ini. Untuk jangka pen-dek, langkah-langkah yang disetujui antara lain meliputi: pe­doman untuk pengaturan kurs valuta yang sekarang mengam­bang; penciptaan suatu fasilitas dalam Dana Moneter Inter­nasional untuk membantu negara-negara sedang berkembang menghadapi pengaruh kenaikan biaya impor minyak bumi dan hasil-hasilnya; penghindaran restriksi pada pembayaran dan perdagangan internasional karena tekanan neraca pembayaran serta penyempurnaan sistim SDR sebagai cadangan utama yang baru; dan peletakan kaitan antara SDR dengan bantuan keuangan pada negara-negara yang sedang berkembang.
Negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indone-   sia, dengan sendirinya tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh gejolak krisis moneter dunia. Pola perdagangan dan lalu lintas modal luar negeri negara-negara berkembang ter-    jalin erat dengan perkembangan ekonomi dan moneter di nega-ra-negara maju.
Negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Eropa Ba­rat dan Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam tahun-tahun 1968 dan 1969. Dalam tahun-tahun 1970 dan 1971, laju pertumbuhan produksi riil di negara-negara in­dustri turun menjadi sekitar 3 persen, yaitu rata-rata 1 persen, di Amerika Serikat, 8 persen di Jepang, dan 4 persen di Eropa Barat. Dalam tahun 1972 dan 1973, ekonomi dunia mengalami masa ekspansi kembali yang disebabkan oleh karena kenaikan kegiatan produksi di negara-negara industri. Pertumbuhan pro­duksi di negara-negara industri. Pertumbuhan produksi riil se­lama masa tersebut adalah sekitar rata-rata 6 persen untuk Amerika Serikat, 10 persen di Jepang, dan 5 persen di Eropa Barat.
Dalam tahun 1971, perkembangan perdagangan dari negara­negara yang sedang berkembang terganggu, akibat memuncak-nya krisis moneter internasional. Volume perdagangan dunia

202


dalam tahun tersebut mengalami kenaikan sebanyak 6 persen sedangkan nilai perdagangan meningkat dengan 12 persen. Pada waktu yang bersamaan, volume dan nilai ekspor negara-negara berkembang masing-masing hanya meningkat dengan 5 persen dan 4 persen, sedangkan volume dan nilai impor negara-negara tersebut mengalami peningkatan sebesar 7 persen dan 13 per­sen. Dengan demikian maka dalamm tahun 1971 nilai tukar per­dagangan untuk negara-negara berkembang telah merosot de­ngan 6,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sejak tahun 1972 negara-negara yang berkembang meng­hadapi pula krisis pangan yang disertai dengan  kenaikan da- lam harga bahan pangan seperti beras dan gandum.  Krisis  ener­gi dan bahan baku merupakan suatu kejadian internasional lainnya sejak pertengahan kedua tahun 1973 yang mempunyai bermacam pengaruh yang sangat mendalam pada neraca pem­bayaran dan laju pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia. krisis energi telah mengakibatkan kenaikan yang besar di dalam harga minyak bumi dan membawa keuntungan dalam bentuk peningkatan penerimaan devisi bagi negara-negara pengekspor minyak termasuk Indonesia. Di lain pihak krisis tersebut telah pula meningkatkan tarif angkutan dan harga bahan baku yang mempergunakan minyak bumi atau hasilnya sebagai bahan men-tah, antara lain pupuk. Krisis ini menyebabkan bahwa dalam tahun 1973 volume dan nilai ekspor negana-negara sedang ber­kembang yang bukan merupakan pengekspor minyak bumi me­nunjukkan kenaikan sebesar masing-masing 7 persen dan 36 persen, sedangkan volume dan nilai ekspor negara-negara se­dang berkembang yang termasuk golongan pengekspor minyak meningkat dengan masing-masing 12 persen dan 56 persen. Di­lihat dari segi impor, maka volume  dan nilai impor negara-ne­ gara sedang berkembang di luar pengekspor minyak  menga-  lami kenaikan sebesar masing-masing 9 persen dan 31 persen. Untuk negara-negara sedang berkembang pengekspor minyak maka kenaikan dalam volume dan nilai impor masing-masing adalah sebesar 20 persen dan 42 persen. Volume perdagangan
203


dunia pada tahun yang sama berkembang dengan 12 persen sedangkan nilainya meningkat dengan 37 persen. Kenaikan da­lam nilai ekspor negara-negara yang sedang berkembang, di samping kenaikan dalam harga minyak bumi, juga disebabkan oleh karena kecenderungan meningkatnya harga hasil-hasil ekspor primer dipasaran dunia yang drsebabkam oleh ekpansi ekonomi dan kenaikan permintaan dari pihak negara-negara industri. Kenaikan dalam nilai impor negara-negara sedang berkembang adalah akibat meningkatnya harga minyak bumi dan hasil-hasilnya, harga bahan baku seperti pupuk dan semen serta melonjaknya laju inflasi secara umum di negara-negara industri. Laju inflasi di negara-negara tersebut dalam tahun 1973 adalah sebesar 7,1 persen dibandingkan dengan 4,9 persen dalam tahun sebelumnya. Perkembangan di atas membuktikan betapa besar perdagangan negara-negara yang sedang berkem­bang masih bergantung kepada tingkat dan fluktuasi kegiatan ekonomi di negara-negara yang maju.
Kegoncangan politik dan ekonomi internasional beserta ber­bagai unsur ketidak pastian di masa depan menghendaki pe­ningkatan kewaspadaan guna mempertahankan kemantapan neraca pembayaran dan meningkatkan pembangunan nasional. Untuk mempersiapkan diri  menghadapi perubahan dalam sis­tim moneter internasional dan pola perdagangan internasional, negara-negara berkembang telah mengambil berbagai tindakan baik atas dasar kerja sama multilateral maupun dalam kerang- ka kerja sama regional. Dalam hubungan ini, maka kemajuan yang hingga kini diperoleh dalam rangka kerja sama antar negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) merupakan gejala yang menggem­birakan yang senantiasa perlu ditingkatkan.
B.  NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
1.     Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri.
Kebijaksanaan  Pemerintah di bidang perdagangan dan ke­uangan  luar negeri  selama masa Repelita I berpangkal tolak
204


pada sasaran utama pembangunan jangka panjang yaitu ter­ciptanya landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri. Di samping itu, kebijaksanaan dutujukan pula untuk mengurangi ketergantungan pada perkembaugan moneter dan perdagangan internasional dan untuk menghadapi pengaruh yang tidak menguntungkan yang bersumber pada pergolakan ekonomi dunia.
Selama periode 1969/70-1973/74, telah diambil berbagai tindakan untuk mendorong laju pembangunan dan memungkin- kan perobahan struktur ekonomi dan perdagangan luar negeri serta pemupukan cadangan devisa melalui pengembangan eks­por, pengendalian impor, dan pemanfaatan modal  luar  negeri.
Di bidang ekspor telah diambil langkah-langkah ke arah pe­ningkatan kapasitas produksi, diversifikasi dalam komposisi dan pasaran, peningkatan mutu dan standarisasi, pengolahan lebih lanjut dari hasil-hasil ekspor serta perbaikan dalam pola pemasaran. Untuk pengembangan barang-barang ekspor baru telah dibentuk Lembaga Pengembangan Ekspor Nasional da- lam tahun 1971 dengan tugas penelitian pemasaran produk ba­ru serta penyediaan informasi dan bantuan kepada para eks­portir dalam hal pemasaran dan pengembangan ketrampilan. Guna mendorong pertumbuhan ekspor barang-barang baru me­lalui fasilitas fiskal juga telah dirintis gagasan "wilayah peng­olahan ekspor" dan "wilayah bebas bea masuk" di samping fasilitas "bonded warehouse". Untuk menghadapi pasaran du-nia yang semakin tajam persaingannya dan memperkuat ke­dudukan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir   hasil pertanian, telah dijalankan berbagai usaha pemasaran bersama dalam rangka kerja sama internasional maupun re­gional. Demikian juga telah dimulai langkah-langkah untuk mengembangkan pasaran baru seperti Australia dan Selandia Baru, negara-negara Sosialis dan Eropa Timur, dan negara­negara di wilayah Asia khususnya ASEAN.
Kebijaksanaan impor selama Repelita I ditujukan pada sa­
saran penyediaan barang pokok dalam rangka program stabi­

Senin, 28 November 2011

F1 Racing

F1 Racing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
F1 Racing

Cover F1 Racing Indonesia, Desember 2006
(Special Edition: Thank's Michael)
Alan Henry, Peter Windsor, Tom Clarkson (edisi Inggris)
Munawar Chalil, Dedi Hermawan (edisi Indonesia)
KategoriOlahraga
Frekuensibulanan
PenerbitPT Quadra Media Publika (di Inggris Haymarket)
Pertama terbit2000 (di Inggris 1995)
NegaraIndonesia (asli Inggris)
BahasaBahasa Indonesia
Situs webhttp://www.f1racing.co.uk/
F1 Racing adalah sebuah franchise majalah yang berasal dari Inggris. Majalah F1 Racing merupakan salah satu majalah olahraga bermotor yang diterbitkan oleh Haymarket Motoring, yang merupakan anak perusahaan dari perusahaan penerbitan ternama Inggris, Haymarket Magazine, Ltd. Selain F1 Racing, grup Haymarket mempunyai beberapa terbitan lain seperti Autosports, Rally XS (berhenti karena alasan finansial pada awal 2005 lalu), dan masih banyak lagi.
F1 Racing adalah majalah F1 pertama (dan satu-satunya hingga saat ini) didunia. Pada 2001, bos besar F1 Bernie Ecclestone sempat mempublikasikan penerbitan majalah resmi Formula 1 berjudul The Grand Prix Magazine, namun kurang laku dipasaran dan terpaksa berhenti pada awal 2004 lalu.
Satu-satunya saingan F1 Racing kini hanyalah The Red Bull Bulletin, yaitu sebuah majalah intern terbitan Red Bull. Sayangnya, majalah ini hanya terbit secara eksklusif di paddock F1 dan tidak tersedia di penjual majalah terdekat.
Saat ini majalah F1 Racing diterbitkan di 35 negara dalam 21 bahasa, dan didistribusikan di 110 negara. Sehingga tidaklah berlebihan jika majalah ini memasang slogan dan mengklaim diri sebagai Majalah Formula 1 Terlaris di Dunia dalam setiap edisinya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management